Jumat, 18 Desember 2009


KAGHATI






Khagati, memang bukan sembarang layang-layang. Seluruh bahannya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kerangkanya terbuat dari bambu, sementara penutupnya terbuat dari daun umbi gadung. Begitu pula dengan benangnya, terbuat dari serat daun pandan duri.

Keunikan inilah yang membuat khagati selalu menjadi primadona diajang festival layang-layang internasional.

Suatu sore dipinggiran Kota Raha, Pulau Muna. Matahari sudah condong kebarat. Bagi Lamasili dan istrinya, inilah saat yang tepat untuk menaikkan layang-layang buatannya sendiri.

Layang-layang itu dibuat dari daun umbi gadung. Khagati, demikian orang Muna menyebutnya. Khagati di Pulau Muna, memiliki sejarah amat tua. Jauh sebelum manusia mengenal tulisan, orang Muna sudah mengenal layang-layang. Manusia masa itu, suka melukiskan peristiwa dan aktifitas sehari-hari pada dinding-dinding goa. Mereka menggunakan ceruk-ceruk di tebing bukit batu yang terjal, untuk berlindung dari cuaca dan binatang buas.

Diceruk inilah, lukisan orang bermain layang-layang, ditemukan 6 tahun lalu. Goa ini bekas hunian manusia, yang diperkirakan hidup pada jaman batu. Masa yang telah lewat puluhan ribu tahun yang lalu. Dari sinilah, diketahui layang-layang sudah ada di Muna sejak jaman purba.

Begitu banyak pertanyaan muncul seputar layang-layang pada masa purba. Bahan apa yang digunakan dan bagaimana bentuknya. Namun cerita rakyat yang berkembang di Muna, bisa memberi sedikit gambaran. Konon, layang-layang pertama dibuat dari daun umbi gadung. Umbi ini banyak ditemukan dalam hutan maupun semak belukar, didataran subur Pulau Muna.

Hingga kini, orang Muna masih membuat layang-layang dari daun gadung. Khagati, memang bukan sembarang layang-layang. Seluruh bagiannya dibuat dari tumbuh-tumbuhan. Layang-layang tersebut muncul dari hasil meditasi seorang kepala suku bernama Lapasindai Daino. Kepala suku ini mencari jawaban atas keinginan rakyat, agar bisa lebih dekat dengan matahari. Sebab sinarnya dipercaya menjadi sumber kehidupan.

Keseimbangan adalah kunci membuat Khagati. Satu tangkai daun gadung berisi dua lembar daun betina, disisi kiri kanan dan satu lembar daun jantan ditengah. Untuk menyemat rangkaian daun dengan rangkanya, menggunakan lidi dari batang bambu. Tidak ada sentuhan teknologi modern. Semua bahan bisa didapat dihutan. Hanya dibutuhkan kesabaran untuk merangkai lembar demi lembar. Daun yang robek harus diganti. Potongan yang tidak sama, akan membuat Khagati tidak bisa diterbangkan.

Khagati selalu dibuat setelah musim tanam. Saat petani menunggu tanamannya tumbuh, Khagati dibuat. Diberi alat penyeimbangan yang menghasilkan suara keras. Alat ini dibuat dari kulit ari pohon waru. Suara yang ditimbulkan mampu menakuti babi hutan. Khagati tidak memerlukan benang untuk bisa terbang. Cukup dengan tali yang dibuat dari serat daun pandan duri. Khagati bisa melayang diangkasa.

Orang Muna pantas berbangga dengan Khagati. Berkat ketrampilannya membuat khagati, Lamasili, Lasima dan sejumlah rekannya, telah beberapa kali menginjakkan kaki di benua Eropa, mengikuti sejumlah festival layang-layang internasional. Saat-saat seperti itu, khagati selalu menjadi primadona. Sayangnya, di negerinya sendiri tak banyak orang yang mengenal Khagati. Layang-layang yang masih bersinggungan dengan masa ribuan tahun telah berlalu

Emoticons